Seksi Telekomunikasi Pangkalan Sarana Operasi Bea Cukai Tanjung Balai Karimun DASAR HUKUM RADIO KOMUNIKASI DJBC | SEKSI TELEKOMUNIKASI PSO BEA CUKAI TANJUNG BALAI KARIMUN

SIAGA-BERANI-SETIA

SIAGA-BERANI-SETIA

SEKSI TELEKOMUNIKASI PSO BC TANJUNG BALAI KARIMUN

SIAGA BERANI SETIA

DASAR HUKUM RADIO KOMUNIKASI DJBC


Dasar hukum radio komunikasi DJBC adalah sebagai berikut :

                1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2002 Tentang perkapalan
    2. Peraturan Dirjen Bea dan Cukai nomor P-53/BC/2010 tentang Tata Laksana
        Pengawasan Dirjen Beacukai
    3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang kenavigasian
    4. Instruksi Direktur Jenderal Bea dan  Cukai NO-INST-02 BC 1.1 1985 Tentang Pedoman 
        Penggunaan dan Pembinaan Sarana Perhubungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.



Berikut lampirannya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2002
TENTANG
PERKAPALAN
Pasal 1
Dalam Peraturan perundang-undangan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
Keselamatan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material,konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk radio, dan elektronika kapal.

Pasal 48

(1)Kapal Indonesia yang dilengkapi dengan perangkat komunikasi radio kapal harus mempunyai tanda panggilan (call sign) sebagai salah satu identitas kapal.

Bagian Kesembilan
Perangkat Komunikasi Radio Kapal
Pasal 73

(1)  Kapal sesuai dengan jenis, ukuran dan wilayah pelayarannya dalam dinas bergerak pelayaran, wajib dilengkapi dengan perangkat komunikasi radio dan kelengkapannya yang memenuhi persyaratan.

(2) Setiap perangkat komunikasi radio kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga terjamin keamanan dan fungsi kerjanya.

Pasal 76

(1) Setiap kapal yang dilengkapi dengan perangkat komunikasi radio, jika sedang berlayar harus
menyelenggarakan dinas jaga radio pada frekuensi-frekuensi mara bahaya dan keselamatan serta informasi keselamatan pelayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)   Untuk keperluan dinas jaga radio dimaksud dalam ayat (1) harus tersedia sekurangkurangnya 1 (satu) orang yang berkualifikasi untuk komunikasi radio mara bahaya dan keselamatan serta memiliki sertifikat sesuai dengan peraturan radio yang berlaku.
(3)   Setiap orang yang bertanggung jawab atas dinas jaga radio kapal selama dalam pelayaran wajib
menyelenggarakan tugas-tugas:
a. menerima dan/atau memancarkan berita mara bahaya, berita segera dan berita
keselamatan pelayaran;
b. berita dalam usaha pencarian dan pertolongan;
c. berita keselamatan mengenai navigasi dan meteorologi;
d. berita-berita lain mengenai keperlua kapal dan pelayaran;
e. melaporkan posisi kapal; dan
f. mengisi buku harian radio kapal;

Dinas Bergerak Pelayaran adalah suatu dinas bergerak antara stasiun radio pantai dengan stasiun radio kapal, atau antar stasiun-stasiun kapal, atau antar stasiun-stasiun komunikasi yang ada di atas kapal. Buku harian kapal terdiri dari sebuah buku atau lebih sesuai dengan ukuran kapal antara lain buku harian dek, buku harian mesin, dan buku harian radio.





PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2010
TENTANG
KENAVIGASIAN


1. Telekomunikasi-Pelayaran adalah telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas pelayaran yang
    merupakan setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan
    informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik
    lainnya dalam dinas bergerak-pelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran.
2. Stasiun Radio Pantai adalah stasiun darat dalam dinas bergerak pelayaran.
3. Stasiun Radio Kapal adalah stasiun bergerak dalam dinas bergerak pelayaran yang ditempatkan di
    kapal yang tidak tertambat secara tetap kecuali stasiun sekoci penolong

Pasal 14

(1) Nakhoda yang berlayar di wilayah perairan Indonesia wajib melaporkan identitas dan data
pelayarannya kepada Menteri melalui stasiun radio pantai.
(3) Sistem pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan:
a. sistem identifikasi otomatis (Automatic Identification System/AIS);
b. sistem manual peralatan radio komunikasi; dan
c. sistem monitoring pergerakan kapal jarak jauh (Long Range Identification and Tracking of Ships/LRIT).

Pasal 15

(1)   Nakhoda yang berlayar di perairan Indonesia pada wilayah tertentu wajib melaporkan semua
informasi melalui stasiun radio pantai terdekat.

Pasal 42

(1)   Pemilik dan/atau operator kapal yang karena pengoperasian kapalnya menyebabkan kerusakan
dan/atau hambatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran wajib melaporkan kepada Menteri.
(2)   Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri wajib menyiarkan kerusakan
dan/atau hambatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran ke seluruh kapal melalui stasiun radio pantai dan dimasukkan dalam Berita Pelaut Indonesia.

Pasal 69

(3)   Sistem jaringan regional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf c berupa komunikasi
dari satuan pelayanan ditujukan ke instalasi stasiun radio pantai dan antarstasiun radio pantai lainnya, menara suar dan ke instansi lain yang terkait di wilayahnya dan/atau sebaliknya dengan menggunakan sarana satelit, telepon umum, radio, dan sistem lain yang dibangun untuk itu.

Pasal 77

(1)   Berita marabahaya, berita segera, dan berita keselamatan serta berita siaran tanda waktu standar bagi kapal yang berlayar di perairan Indonesia disiarkan secara luas melalui stasiun radio pantai dan/atau stasiun bumi pantai dalam jaringan Telekomunikasi-Pelayaran.

Pasal 80

(1)   Nakhoda wajib meliput berita marabahaya, berita segera, dan berita keselamatan berlayar baik dari kapal di sekitarnya maupun dari stasiun radio pantai dan/atau stasiun bumi pantai untuk tujuan pencarian, penyelamatan, dan keselamatan berlayar.

Pasal 81

(1) Setiap stasiun kapal yang tiba di pelabuhan tujuan, dan akan menutup jam dinasnya harus:
a. memberitahukan kepada stasiun radio pantai terdekat/setempat dan jika memungkinkan kepada
stasiun lain yang biasanya berhubungan; dan
b. tidak menutup dinas sampai selesai semua pertukaran lalu lintas berita yang ada padanya,
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku di pelabuhan tersebut.

(2)   Setiap kapal yang meninggalkan pelabuhan harus secepatnya memberitahukan kepada stasiun radio pantai atau stasiun-stasiun terkait bahwa jam dinas stasiunnya akan dibuka kembali sepanjang diizinkan oleh peraturan yang berlaku, namun stasiun yang tidak mempunyai jam dinas tetap, pemberitahuan dilakukan ketika pertama kali dinas stasiunnya dibuka setelah berangkat dari pelabuhan.
Pasal 82

(1)   Pemilik, operator kapal, atau Nakhoda wajib memberitahukan rencana kedatangan kapalnya di
pelabuhan kepada Syahbandar dengan mengirimkan telegram radio Nakhoda (master cable) kepada Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, atau Syahbandar melalui stasiun radio pantai dengan tembusan kepada perusahaan angkutan laut atau agen umum dalam waktu paling lama 48 (empat puluh delapan) jam sebelum kapal tiba di pelabuhan.
(2)   Pemberitahuan kedatangan kapal oleh Nakhoda dengan mengirimkan telegram radio Nakhoda
(master cable) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Syahbandar melalui stasiun radio pantai.
(3)   Pemberitahuan kedatangan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah diterima oleh
stasiun radio pantai disampaikan kepada Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, atau Syahbandar dan perusahaan angkutan laut atau agen umum dengan menggunakan sarana telepon, faksimili, surat elektronik (e-mail), radio, dan/atau ordonan (caraka).

Pasal 83

(1)   Nakhoda wajib memberitahukan posisi tengah hari (noon positioning) dengan mengirimkan telegram radio tidak berbayar dan/atau hubungan komunikasi dari kapal ke stasiun radio pantai terdekat.
(2)   Telegram radio dan hubungan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi koordinat
posisi, haluan kapal dari dan tujuan kapal, kondisi kapal, serta kondisi awak kapal pada posisi tengah hari (noon positioning).
(3)   Stasiun radio pantai setelah menerima pemberitahuan posisi tengah hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meneruskan berita posisi tengah hari (noonpositioning) tersebut kepada Syahbandar setempat.



Peraturan Dirjen Bea dan Cukai nomor P-53/BC/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Dirjen Beacukai
Pasal 16
(1) Pendistribusian produk intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dilaksanakan:
a. secara elektronik melalui hubungan langsung antar computer atau melalui sistem Pertukaran Data Elektronik; atau
b. secara manual, dalam hal distribusi secara elektronik tidak dapat dilakukan.

(2) Untuk kecepatan dan kerahasiaan, NHI atau NI dapat disampaikan lebih awal melalui faksimili,
radiogram, telepon, atau surat elektronik mendahului penyampaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 35
(1) Kelengkapan administrasi patroli berupa surat perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang merupakan dasar pelaksanaan patroli.
(2) Surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. Surat Perintah Patroli (SPP) kepada Komandan patroli dan anggota patroli.
b. Surat Perintah Berlayar (SPB) kepada nakhoda dan anak buah kapal.

(3) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Direktur Penindakan dan Penyidikan atau pejabat yang ditunjuk;
b. Kepala Kantor DJBC atau pejabat yang ditunjuk; atau
c. Kepala Pangkalan Sarana Operasi atau pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan yang berlaku.

(4)   Kelengkapan administrasi patroli berupa dokumen patrol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
huruf a berupa :
a.       dokumen tugas patroli, sekurang-kurangnya meliputi dokumen untuk pemeriksaan, penegahan,
penyegelan dan penggunaan senjata api yang merupakan tanggungjawab komandan patroli.
b.      dokumen sarana patroli, sekurang-kurangnya meliputi dokumen kapal, mesin, radio dan peralatan lain yang merupakan tanggungjawab nakhoda.

Pasal 39

(1)     Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a wajib dilaksanakan oleh Komandan Patroli kepada Pejabat yang menerbitkan surat perintah melalui radio atau alat komunikasi lainnya, berupa :
a. pelaporan saat keberangkatan, yaitu pada saat kapal patrol meninggalkan dermaga.
b. pelaporan selama berlayar secara berkala sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) jam atau sesuai dengan perintah pejabat yang menerbitkan surat perintah mengenai posisi kapal patroli, personil Satuan Tugas Patroli, sarana patroli, cuaca dan keadaan yang dihadapi.

(2)   Komandan patroli bertanggung jawab terhadap kelancaran/kesinambungan komunikasi dan pelaporan selama 24 (dua puluh empat) jam setiap hari, baik antar kapal patroli maupun denganpejabat yang menerbitkan surat perintah.
Pasal 45
(3)  Dalam hal masa berlaku surat perintah akan berakhir, namun patroli masih diperlukan, Pejabat yang menerbitkan surat perintah dapat memperpanjang surat perintah dan menyampaikan kepada Satuan Tugas Patroli melalui Berita Radiogram.
Penghentian Sarana Pengangkut
Pasal 53
(4)   Penghentian terhadap sarana pengangkut dilakukan dengan cara memberikan isyarat berupa isyarat tangan, isyarat bunyi, isyarat lampu, radio dan sebagainya yang lazim digunakan sebagai isyarat untuk menghentikan sarana pengangkut.

Pasal 117

(1) Pendistribusian produk intelijen NPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) dilaksanakan:
a. secara elektronik melalui hubungan langsung antar computer atau melalui sistem Pertukaran Data
Elektronik; atau
b. secara manual, dalam hal distribusi secara elektronik tidak dapat dilakukan.
(2) Untuk kecepatan dan kerahasiaan, NHI-N atau NI-N dapat disampaikan lebih awal melalui faksimili,
radiogram, telepon, atau surat elektronik mendahului penyampaian sebagaimana dimaksud pada
ayat(1).

Penghentian Sarana Pengangkut
Pasal 137

(2)   Penghentian terhadap sarana pengangkut dilakukan dengan cara memberikan isyarat berupa isyarat tangan, isyarat bunyi, isyarat lampu, radio dan sebagainya yang lazim digunakan sebagai isyarat untuk menghentikan sarana pengangkut.
Pengoperasian Sarana Operasi
Pasal 159

(3)   Pejabat yang bertanggung jawab mengenai nautika, teknik kapal, penginderaan, dan telekomunikasi sebelum menyampaikan laporan kepada Kepala Pangkalan Sarana Operasi terlebih dahulu wajib melakukan persiapan dan pengujian fungsiperalatan/perlengkapan kapal patroli.
(5) Persiapan dan pengujian fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi :
a. Pemenuhan ketentuan yang ditetapkan dalam SOLAS (Save of Live at Sea) sebagaimana yang 
diaturdalam Protokol SOLAS 1978 yang dikeluarkan oleh IMO (International Maritime
Organisation).
b. alat/perlengkapan keselamatan di laut;
c. mesin induk, mesin bantu dan listrik kapal;
d. alat radar, Global Position System (GPS), dan Echo Sounder;
e. sarana radio komunikasi.

II. KEWAJIBAN DAN LARANGAN AWAK KAPAL PATROLI
A. NAKHODA
1. Kewajiban Nakhoda
a. Nakhoda wajib memenuhi persyaratan pendidikan dan pelatihan, kemampuan dan
keterampilanserta kesehatan yang mengacu pada peraturan / undang-undang kepelautan.
b. Nakhoda wajib berada di kapal selama berlayar, kecuali dalam keadaan sangat memaksa.
c. Nakhoda yang akan berlayar wajib memastikan bahwa kapal telah memenuhi persyaratan
laik laut.
d. Nakhoda wajib mengawasi dan meneliti penyelenggaraan buka harian dek, buku harian
kamarmesindan buku harian radio.

G. OPERATOR RADIO
1. Kewajiban Operator Radio
a. Mentati dan melaksanakan semua perintah Nakhoda.
b. Menerima dan mencatat serta melaporakannya kapada Nakhoda setiap berita yangditerima.
c. Mengirim setiap berita yang telah ditanda tangani oleh Nakhoda sesuai alamat aksi serta
tembusannya.
d. Bertanggung jawab atas pengiriman berita keluar / masuk dan pengisian Buku Harian Radio.

e. Mentaati ketentuan-ketentuan konvensi internasional tentang telekomunikasi dan aturan
lainnya berhubungan dengan elekomunikasi.
f. Mengadakan hubungan dengan pangkalan untuk melaporkan kejadian-kejadian penting
selamapelayaran.
g. Mengadakan hubungan dengan kapal lain atau station radio untuk menerima atau
meneruskanberita.
h. Mejaga kerahasiaan setiap isi berita yang diterima maupun keluar.
i. Secara berkala melakukan dinas monitor.
j. Menjaga dan merawat agar semua perangkat telekomunikasi selalu dalam keadaan baik dan
siappakai.
k.Selepas jaga harus menghubungkan pesawat alarm otonatik ke antena dan memeriksa apakah
pesawat itu bekerja dengan baik,dalam hal kapal dilengkapi dengan pesawat alarm otomatik.

2. Larangan Operator Radio
a. Dilarang meninggalkan kapal saat bertugas tanpa seijin Mualim / Nakhoda.
b. Dilarang mambawa perangkat telekomunikasi dari kapal diluar kepentingan dinaskecuali
ada ijindari Nakhoda.
c.   Dilarang mengambil dan atau menghilangkan barang inventaris kapal baik disengaja maupun
tidak di atas kapal.
d.   Dilarang mengurangi dan atau menghilangka berita yang diterima maupun dikirim baik
disengaja atau tidak.
e. Dilarang menyebarkan berita yang diterima maupun dikirim tanpa seijin Nakhoda.
f. Dilarang mengurangi dan atau / menghilangkan alat bukti baik disengaja atau tidak dari alat
angkutyang diperiksa.
g. Dilarang melakukan kegiatan yang melanggar hukum diatas kapal.





INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NO-INST-02 BC 1.1 1985
TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN DAN PEMBINAAN SARANA
PERHUBUNGAN DEREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI



Pasal 2.  Yang dimaksud telekomunikasi DJBC adalah telekomunikasi khusus dan 
   diselenggarakan oleh DSJBC
Pasal 3.  Sebagai sarana dasar untuk menyelenggarakan telekomunikasi khusus sebagaimana 
    diaksud dalam pasal 2 digunakan system komunikasi radio
             Pasal 4.    Telekomunikasi djbc menyelenggarakan 2 (dua) jenis dinas
1.      Dinas tetap       : Dalam hal mana telekomunikasi DJBC merupakan bagiaan
dari jaringan telekomunikasi departemen keuangan

2.      Dinas bergerak : Yang digunakan oleh unsur-unsur pengawasan dari DJBC
untuk pengendalian dan penyampaian laporan dalam tugas-tugas operasional pengawasan di laut, darat, dan udara : jo Undang-Undang Kepabeanan No.10 pasal 75 ayat 1
             Pasal 7.    Jenis berita terdiri dari
1.      Berita terbuka : Yakni berita yang disampaikan melalui  saluran
telekomunikasi tanpa isi beritanya mengalami perubahan atau pengolahan terlebih dahulu
2.      Berita rahasia   : Yakni berita yang disampaikan melalui saluran telekomunikasi
dengan terlebih dahulu isi beritanya diubah / diolah dalam
bentuk sandi

         Pasal 8.    Derajat berita menunjukkan urutan prioritas untuk penyampaian dan penyelesaiannya
                        sebagai berikut :
1.      Kilat                  : Digunakan dalam keadaan yang sangat mendesak atau luar
                         biasa (misalnya mara bahaya) yang apabila terlambat       
                         penyampaian beritanya dapat menimbulkan bencana atau
kerugian besar.

2.      Amat segera      : Derajat tertinggi dalam keadaan biasa. Digunakan untuk berita
                         yang menghendaki tanggapan dan tindakan penyelesaian cepat.
                           Kelambatan penyampaian dapat memusatkan kesulitan atau
                         keraguan dalam mengambil keputusan atau tindakan.
                                                            Berita amat segera harus sudah dikirim selambat lambatnya
                                                                                                                        jam setelah diterima di stasiun radio

3.      Segera               : Digunakan untuk berita yang apabila terlambat
                         penyampaiannya isi beritanya menjadi tidak bernilai lagi
             
4.      Biasa                 : Digunakan untuk berita yang tidak memerlukan penyelesaian
                           Segera
                           Berita biasa harus sudah dikirim selambat-lambatnya 6 jam
                         setelah diterima di stasiun radio

              Pasal 19.    Untuk pengamanan lalu lintas berita , disamping kemungkinan
                        penyamaan tanda panggilan atau penyediaan berita , semua pemberitaan harus
                        diringkas tepat dan jelas.
              

            Setiap akan melaksanakan pertukaran berita opara operator wajib selalu menyadari
bahwa pancaran mudah didengar atau disadap oleh pihak pihak yang tidak    dikehendaki

Pasal 30.    Faktor factor yang menunjang kelancaran dan ketepatan yang wajib diperhatikan
            oleh para operator :
           
1.      Ketelitian dalam mempersiapkan radiogram kirim atau menyelesaikan radiogram terima
2.      Ketelitian sewaktu mengirim berita, baik isyarat telegraphi maupun pengucapan telephone
3.      Pehatikan keadaan lalu lintas hubungan khususnya pada saluran yang sedang digunakan

                Ketentuan-Ketentuan Lain:
1.      Radio telekomunkasi tidak dipancarkan apabila dalam tugas-tugas intelejen dan ada perintah/instruksi dari atasan yang berwenang
2.      Radio telekomunikasi tidak dimatikan kecuali cuaca tidak mendukung karena merupakan alat pengendali operasional pengawasan
3.      Radio telekomunikasi merupakan alat pembicara dan pendengar yang dapat dioperasikan dari segala penjuru yang menyangkut kepentingan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan keperluan petugas operasional pengawasan.
Apabila radio telekomunikasi dimatikan / lalai akan mengakibatkan kerugian

Share on Google Plus

About Unknown

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar